“Saya merasa kebijakan ini kurang tepat karena setiap daerah memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda. Koalisi yang terbentuk di pusat belum tentu relevan dan efektif jika diterapkan di daerah,” ujar Herman.
Di sisi lain, para pendukung kebijakan ini berargumen bahwa koalisi linear dapat menciptakan stabilitas politik dan konsistensi kebijakan dari provinsi hingga daerah.
“Dengan koalisi linear, kita bisa memastikan bahwa visi dan misi pembangunan dari pusat bisa terintegrasi dengan baik di daerah,”katanya.
Para pengamat politik juga turut memberikan pandangan kritis terhadap kebijakan ini. Mereka menilai bahwa koalisi linear dapat mempersempit ruang gerak politik daerah dan berpotensi mengabaikan aspirasi lokal.
“Demokrasi lokal harus memberikan ruang bagi berbagai dinamika dan inovasi politik. Kebijakan koalisi linear ini bisa mematikan kreativitas politik daerah,” ujar Nurbani Yusuf, pakar politik dari UMM.
Namun, para bakal calon berharap ada evaluasi lebih lanjut terhadap kebijakan ini. Mereka menginginkan adanya fleksibilitas yang memungkinkan pembentukan koalisi sesuai dengan dinamika politik dan kebutuhan spesifik di setiap daerah.